Rabu, 05 Oktober 2011

SULTAN GUBERNUR HARUS KLOP


YOGYA (KR) - Sri Sultan Hamengku Buwono X kembali menyatakan pentingnya Kraton melakukan perubahan, khususnya terkait dengan suksesi. Agar hasil suksesi Kraton tidak ditolak DPRD DIY dan masyarakat, maka perubahan di dalam Kraton harus segera dilakukan.
Pernyataan tersebut disampaikan Sultan kepada wartawan di Kepatihan, Selasa (4/10). Kali ini Sultan menilai perubahan tersebut harus segera dilakukan untuk menjawab kesiapan Kraton dalam menyiapkan Sultan yang bertahta memenuhi syarat dan kecakapan sebagai kepala daerah.
Seperti diberitakan KR, kesepakatan pemerintah dan Komisi II DPR RI dalam konsinering Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY menyebutkan, Sultan adalah gubernur, sehingga Sultan harus memiliki kemampuan memimpin daerah sesuai dengan ketentuan yang diatur undang-undang.

Sri Sultan HB X menjelaskan, penolakan dari masyarakat maupun fraksi di DPRD mungkin saja terjadi ketika Sultan akan diajukan sebagai gubernur. Namun hal itu tidak perlu dikhawatirkan jika antara jabatan Sultan dan gubernur match. ”Kekhawatirannya kan itu. Sultan dipilih oleh keluarga, tapi begitu jadi gubernur ditolak. Berarti Kraton harus ada pembaruan. Supaya yang jadi Sultan diperkirakan mesti mampu jadi gubernur,” terang Sultan seraya menambahkan, begitu undang-undang mengamanatkan suksesi di Kraton dan Pakualaman harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai gubernur kepala daerah, maka perubahan di internal Kraton segera dilakukan.
Kepada wartawan, Sultan juga mengungkap soal paugeran yang berlaku di Kraton apabila Sultan yang bertahta belum cukup usia dan belum bisa menjadi gubernur. Ketika Sultan masih kecil maka di Kraton dikenal perwalian. Wali yang mendampingi Sultan terdiri dari paman, saudara dan kyai penghulu. Ini seperti pengalaman pada masa HB V.
Karenanya dalam rumusan RUUK DIY, apabila DPR konsisten dengan konsep Sultan adalah gubernur dan gubernur adalah Sultan, semestinya DPR tidak membuka peluang bagi orang lain untuk menjadi pejabat gubernur ketika Sultan yang jumeneng belum cukup usia. ”Di Kraton karena masih kecil maka belum punya konsekuensi hukum. Makanya ada wali dari unsur paman, saudara dan kyai penghulu. Itu paugeran di Kraton,” kata Sultan menjawab pertanyaan KR.
Sedang di pemerintahan, Sultan mempertanyakan, apabila ketua wali dianggap mampu melaksanakan ketugasan gubernur apakah bisa menjadi pejabat gubernur yang diangkat oleh Presiden dengan sepengetahuan Kraton dan Pakualaman. ”Jadi pejabatnya diangkat Presiden sepengetahuan Kraton dan Pakualaman. Negara kan tidak pernah mengenal perwalian,” tutur Sultan.
Sultan juga mempertanyakan apakah DPR nantinya membuka peluang bagi orang lain untuk menjadi pejabat gubernur ketika Sultan masih kecil. ”Kalau konsisten mestinya tidak. Berarti dimungkinkan ada pejabat gubernur tapi sepengetahuan Kraton dan Paku Alaman. Tapi kalau DPR membuka peluang ya Dirjen bisa jadi gubernur. Itu nanti terserah bunyi undang-undangnya,” papar Sultan.
Sultan kembali menandaskan, dalam melaksanakan suksesi internal Kraton siap menyesuaikan perundang-undangan yang berlaku. ”Kita akan menyesuaikan bunyi undang-undang. Bukan Kraton yang mengusulkan. Hak legislasinya ada di DPR. Nah DPR maunya apa,” tutur Sultan.
Secara terpisah, anggota Komisi II DPR RI dari DIY, Agus Purnomo SIP, soal perwalian ini akan dibicarakan secara khusus. Perwalian ini tidak hanya karena Sultan belum cukup umur, tetapi juga faktor lain, misalnya karena sudah uzur, tidak bersedia, terkena kasus hukum dan lainnya.

”Soal perwalian ini, di kalangan fraksi memang masih banyak persepsi. Karena itu, kita membahasnya secara khusus. Rencananya akan dilakukan konsinering lagi pada tanggal 12 Oktober mendatang,” ujarnya.(Ast/Jon)





Tambahkan saya sebagai teman anda ,dengan mengklik Tombol LINK dibawah ini

FOLLOW TWITTER saya ,dengan mengklik dibawah ini
http://www.twittericon.com/wp-content/uploads/2010/08/glossy-cute-blue1.png








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...